TINJAUAN UMUM TENTANG KURBAN DALAM ISLAM
VIII - G
Disusun Oleh :
ANDRE. M
DIAN. M
ERSAN. V
LUKMAN. S
GILANG. R
DIMAS. A
S M P N E G E R I 5 C I A M I S
2 0 1 4
K
|
ata kurban dalam bahasa arab berarti
“udlhiyah”. Udlhiyah dan dluha pada awalnya bermakna “waktu dluha”
yaitu waktu antara dari pukul 7 pagi hingga pukul 11 siang. Kemudian dijadikan
sebagai nama bagi sembelihan kurban yang pelaksanaannya dianjurkan pada waktu
dluha, di hari ke-10,11,12 dan 13 Dzulhijjah. Secara bahasa “udlhiyah” atau jamaknya “dlahaya” berarti
hewan sembelihan, atau menyembelih binatang pada pagi hari. Jadi definisi
kurban (arabnya udlhiyah) ialah binatang yang disembelih pada hari raya kurban
(Idul Adha). Dalam ilmu fiqh, kurban berarti penyembelihan hewan tertentu dengan
niat mendekatkan diri kepada Allah SWT. (kurban) pada hari raya haji (Idul
Adha) dan atau hari Tasriq (tanggal 10,11,12 dan 13 dzulhijjah). Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaili,
kurban (udlhiyah) secara bahasa ialah nama untuk suatu hewan yang disembelih,
atau untuk hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha, sedangkan menurut
fiqh kurban ialah menyembelih hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri
kepada Allah di dalam waktu tertentu. Muhammad al-Khatib al-Syarbani memberi
definisi kurban (udlhiyah) sebagai berikut :
وَهِيَ مَا
يُذ بَحُ مِنَ النَّعَمِ تَقَرُّبًا إِلى اللهِ تَعَاَلى مِنْ يَوْمِ ْالعِيْدِ
إِلَى أخِرِ أيَّام التَّشْرِيْقِ
Artinya :
"Kurban ialah hewan yang disembelih dari jenis hewan ternak untuk
mendekatkan diri kepada Allah di hari raya Idul Adha sampai akhir hari tasyrik."
Dan menurut
Al-Jaziri kurban ialah untuk menyebutkan sesuatu hewan dari jenis hewan ternak
yang disembelih atau dijadikan kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
di hari raya Idul Adha baik dia sedang melaksanakan ibadah haji ataupun tidak
mengerjakan.Dari definisi –definisi tersebut di atas, kurban adalah
penyembelihan hewan ternak yang dilakukan pada hari raya Idul Adha dan sampai
akhir hari
tasyrik
(tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijah) untuk mandekatkan diri kepada Allah SWT.
Dasar Hukum Kurban
Al-Qur’an
maupun al-Sunnah sebagai sumber pokok hukum Islam banyak sekali menyebutkan
tentang ibadah kurban, dan memerintahkan secara jelas dan tegas di antaranya :
وَلِكُلِّ
اُمَّةٍ جَعَلنَا مَنْسَكًا لِيَذْ كُرُوا اسْمَ اللهِ عَلى مَارَزَقهُمْ مِنْ
بَهِيْمَة
Artinya : “Dan
bagi tiap-tiap umat telah Kami syari’atkan penyembelihan (kurban) supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizqikan Allah kepada
mereka”. (QS. Al-Hajj : 34)
Ayat
al-Qur’an tersebut menunjukan adanya anjuran supaya berkurban untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT. yaitu dengan menyembelih binatang ternak. Ayat lain
dalam surat al-Kautsar dinyatakan, sebagai berikut :
إِنَّاَ
أعْطيْنَاكَ اْلكَوْثَر. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ
اْلأبْتَرُ.
Artinya : "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah, sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus" . (QS : al-Kautsar:1-3)
Surat
tersebut menunjukan agar selalu beribadah kepada Allah SWT. Dan berkurban
sebagai tanda bersyukur atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Sedangkan
hadits Nabi SAW yang menjadi dasar hukum kurban diantaranya :
يَا
يُّهَاالنَّاسُ اِنَّ عَلى كُل أهْلِ بَيْتٍ في كلِّ عَامٍ أُضْحِيَّة (رواه أبو
داود)
Artinya :
"Hai manusia, sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap-tiap
tahun disunatkan berkurban". (HR. Abu Dawud).
Hadits Nabi
SAW tersebut menerangkan bahwa berkurban itu bukanlah ditentukan untuk sekali
saja melainkan disunatkan tiap-tiap tahun kalau ada kesanggupan untuk
berkurban. Dalam hadits yang lain Nabi SAW bersabda:
عَنْ َأبِي هُرَيْرَة: َأنَّ رَسُوْل اللهِ صلى الله
عليه وسلم قال : مَنْ كَانَ لهُ سَعَة وَلمْ يَضَحْ فَلا يَقْربَنَّ مُصَلَّانَا
(رواه احمد وابن ماجه)
Artinya :
"Dari Abi Hurairah: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa
yang mempunyai kemampuan tetapi tidak berkurban, maka janganlah ia menghampiri
tempat shalat kami" . (HR. Ahmad dan Ibn Majah)
Dalil-dalil
nash tersebut di atas, menurut jumhur ulama bahwa hukum kurban ialah sunat
muakad dan bukan wajib. Namun menurut Abu Hanifah hukum kurban ialah wajib,
karena menurut Abu Hanifah suatu perintah
menuntut
adanya kewajiban. Istilah wajib disini menurut Abu Hanifah kedudukannya sedikit
lebih rendah dari pada fardlu, dan lebih tinggi dari pada sunnah, karena
hukumnya wajib, maka berdosalah orang yang meninggalkannya jika ia tergolong
orang yang mampu. Selain madzhab Hanafi mengatakan bahwa hukum kurban ialah
sunnat muakad dan tidak wajib, namun dimakruhkan bagi orang yang mampu
berkurban dan tidak melaksanakan ibadah kurban.
Sejarah Disyari’atkannya Kurban
Ibadah
kurban termasuk syari’at Nabi Ibrahim A.S. dan beliaulah yang mula-mula melaksanakannya.
Nabi bersabda :
عَنْ
زَيْدِبْنِ َأرْقمْ قال : قال َأصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم :
يَارَسُوْل اللهِ مَا هَذِهِ الأُضْحِيُّ؟ قَالَ : سُنَّة َأبِيْكمْ إِبْرَاهِيْمَ
(واه ابن ماجه)
Artinya :
"Dari Zaid Ibn Argam berkata : para sahabat Rasulullah SAW bersabda :
ada apa dengan kurban ini ? Nabi bersabda: Sunnah bapakmu Ibrahim" .
(HR. Ibn Majah)
Kita
melaksanakan kurban karena meneladani sunnah Nabi Ibrahim, dan mengenang
peristiwa agung yaitu penyembelihan kurban, Ibrahim mendapatkan wahyu dalam
mimpi untuk menyembelih anaknya Ismail. Beliau mematuhi isi wahyu tersebut,
lalu menemui putranya dan buah hatinya itu, anak yang baru dimiliki Ibrahim
setelah ia lanjut usia. Ismail adalah anak yang dirindukan kelahirannya, namun
setelah Allah SWT memberinya kegembiraan berupa anak, tiba-tiba datanglah wahyu
agar menyembelih putranya itu. Ini merupakan ujian yang sangat berat bagi Nabi
Ibrahim dan putranya.
Dalam
kondisi seperti itu tiba-tiba perintah Allah SWT datang “Sembelihlah dia” Allah
SWT hendak menguji hati Ibrahim, apakah dia masih setia dan tulus ikhlas kepada
Allah SWT, ataukah hatinya bergantung dan sibuk dengan anaknya. Ibrahim lulus
dalam menghadapi ujian ini. Ia pergi menemui anaknya, ia tidak mengambilnya
dengan tiba-tiba dan tidak pula mencari kelengahannya, tetapi dikemukakan hal
itu secara terang-terangan dengan menyatakan :
يبُنَيَّ
إِنِّى أرى فِى المَنَامِ إِنِّىَ أذْبَحُكَ َفانْظرْ مَاَذا تَرَى (الصفات : ١٥٢)
Artinya :
"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembilihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu" . (QS. Ash
Shafaat : 102)
Ismail anak
yang patuh dan mengerti kedudukan orang tuanya dan posisi sebagai anak, ia
tidak membangkang atau tidak bimbang. Dengan penuh keimanan dan kepercayaan
sebagai seorang mukmin, ia berkata :
يَأبَتِ
َأْفعَل مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِى إِن شَاءَ الله منَ الصَّابِرِيْنَ ( الصفات :
١٠٢)
Artinya : "Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaAllah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. Ash Shafaat : 102)
Suatu
jawaban yang memancarkan keimanan, tawadhu’ dan tawakal kepada Allah SWT. Dan
tatkala keduanya telah berserah diri (si ayah telah menyerahkan anaknya, dan si
anak telah menyerahkan lehernya) Dan Nabi Ibrahim telah membaringkan anaknya
atas pelipisnya (hendak melaksanakan perintah-Nya), tiba-tiba datanglah kabar
gembira kepadanya, sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an:
فَلمَّاَ
أسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِيْنَ. وَنَادَيْنَهُ َأن يَاِ بْرَاهِيْمُ. قَدْ
صَدقْتَ الرُّءْيَا إِنَّا كذلِكَ نَجْزِىْ المحْسِنِيْنَ. إِنَّ هذا َلهُوَ
البَلائ المُبِيْنُ. وَفدَيْنَهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ (الصفات :١٠٧-١٠٣)
Artinya: "Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya), dan Kami panggil dia “hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah
membenarkan
mimpi itu, sesunggguhnya Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak
itu dengan
seekor sembelihan
yang besar" . (QS. Ash Shafaat :103-107)
Tatkala
Ismail sedang dibaringkan, malaikat Jibril datang kepada Ibrahim dengan membawa
seekor kibas (domba) seraya berkata : ”Sembelihlah ini sebagai ganti dari
anakmu”, lalu jadilah yang demikian itu sebagai sunnah, dan kita menyembelih
kurban untuk mengenang peristiwa itu. Setelah datang Nabi Muhammad SAW maka
menyembelih hewan atau berkurban itu disyari’atkan pula kepada umatnya yang
dilakukan pada hari raya Idul Adha dan hari –hari Tasyriq.
Syarat-syarat Kurban
1.
Macam-macam hewan kurban.
Ulama
sepakat bahwa sesungguhnya hewan kurban itu tidak sah kecuali dari hewan
ternak, yaitu : unta, sapi (termasuk kerbau), kambing (termasuk biri-biri) dan
segala macamnya, baik jantan atau betina. Kurban tidak boleh dengan selain
binatang ternak (bahimatul an’am) seperti sapi liar, kijang dan sebagainya.20
Berdasarkan firman Allah SWT. :
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلنَا مَنْسَكا لِيَذْكرُوا اسْمَ اللهِ عَلىَ مَارَزَقهُمْ مِنْ
بَهِيْمَة الأَنْعَامِ ( الحج : ٣٤)
Artinya :
"Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syari’atkan penyembilihan (kurban)
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
dirizkikan Allah kepada mereka". (QS. Al-Hajj : 34)
Arti lafadz
“bahimatul an’am” pada ayat tersebut adalah unta, sapi dan kambing.
Nabi dan
para sahabatnya tidak pernah melakukan kurban, dengan selain hewan ternak,
karena kurban adalah ibadah yang berhubungan dengan hewan, maka ini ditentukan
dengan hewan ternak. Ulama sepakat
bahwa yang
bisa dijadikan kurban ialah hewan ternak yang temasuk kelompok bahimatul an’am,
yaitu : unta, sapi dan kambing. Namum mereka berbeda pendapat mengenai hewan
mana yang lebih utama. Ulama-ulama Malikiyah berpendapat, yang lebih utama
adalah kambing, kemudian sapi, kemudian unta, karena dipandang dari segi
bagusnya daging, karena Nabi SAW., berkurban dengan dua kambing kibas, dan Nabi
tidak melakukan kecuali yang lebih utama dahulu.
Sedangkan
ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat sebaliknya. Menurut mereka hewan
kurban yang lebih utama adalah unta, kemudian sapi, kemudian biri-biri ,
kemudian kambing kacang. Karena dipandang
dari segi
banyaknya daging dan untuk maksud memberi kelapangan bagi orang-orang fakir.23
Menurut Hanafi yang lebih utama ialah, yang lebih banyak dagingnya tanpa
membedakan binatang mana yang lebih utama, namun apabila kedua hewan tersebut,
sama banyak dagingnya, maka yang lebih utama adalah yang lebih bagus dagingnya.
2. Sifat hewan yang dikurbankan
Binatang
yang dijadikan kurban itu hendaklah binatang yang sehat, bagus, bersih dan enak
dipandang mata, mempunyai anggota tubuh yang lengkap, tidak ada cacat, seperti
: pincang, rusak kulit dan sebagainya,
sebagaimana
yang diterangkan dalam hadits :
عَنْ بَرَاءِ
بْنِ عَازِبْ قال: قَال رَسُول اللهِ صَلى عَليْهِ وَسَلَّمْ َأرْبَعٌ لاتجزئ فِى
الأضَاحِي العَوْرَاءُ البَيِّن عَوْرُهَا وَاَلمرِيْضَةُ ْالبَيِّن مَرِيْضُهَا
وَالعَرْجَاءُ البين طْلعُهَا وَالكسِيْرَةُ الَّتِى َلاتُنْقِى (رواه ابو داود
وابن ماجه)
Artinya :
"Dari Bara’ Ibn. ‘Azib berkata: Rasulullah SAW, bersabda: Empat macam
binatang yang tidak boleh dijadikan binatang kurban, yaitu yang buta lagi jelas
kebutaannya, yang sakit lagi jelas sakitnya, yang pincang lagi jelas
kepicangannya dan binatang yang kurus kering dan tidak bersih" . (HR.
Abu Dawud dan Ibn Majah)
Syarat hewan
kurban ialah harus selamat dari cacat, yang dapat mengurangi dagingnya, maka
tidak boleh berkurban dengan hewan yang kurus, majnun (stress) dan yang
terpotong sebagian kupingnya, yang pincang,
yang buta,
yang sakit dan yang mempunyai penyakit kulit yang jelas, dan hewan yang tidak
mempunyai tanduk, dan juga hewan yang sobek dan berlubang daun telinganya.
Hewan kurban ialah hewan yang dipersembahkan kepada Allah SWT.
Sebagai
wujud ketakwaan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka hewan yang
disembelih hendaklah hewan yang benar-benar sehat, bagus, tidak cacat, dan enak
dipandang mata. Dalam hadits diterangkan bahwa Rasulullah SAW berkurban dengan
dua ekor kambing yang bagus dan enak dipandang mata :
عَنْ َأنَسٍ
قال : ضُحَى النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم بِكبْشَيْنِ َأقْرَنَيْنِ َذبَحَهُمَا
بِيَدِهِ وَسَمَّى وَ كبَّرَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : ”Dari
Anas berkata : “Bahwasannya Nabi SAW telah berkurban dengan dua ekor kibas yang
enak dipandang mata lagi mempunyai tanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan
membaca basmalah dan mengucapkan takbir" (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hadits
tersebut menerangkan bahwa Nabi berkurban dengan dua ekor kambing kibas yang
bagus dan enak dipandang mata. Hewan kurban adalah sembelihan yang dikurbankan
untuk Allah SWT, maka sebaiknya memilih hewan yang gemuk dan bagus. Sebaiknya
seorang muslim memberikan sesuatu yang lebih utama kepada Allah SWT, jangan
sebaliknya memberikan sesuatu kepada Allah SWT yang dia sendiri tidak
menyukainya.
3. Umur hewan kurban
Para ulama
sepakat, bahwa kambing atau domba yang akan dijadikan hewan kurban adalah yang
telah tanggal dan berganti gigi surinya atau yang lebih tua dari itu,
berdasarkan hadits :
عَنْ جَابِرٍ
قال: قال رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: َلاتَذبَحُوْا إِلَّامُسِنَّة اِلَّا
َأن يَّعْسُرَ عَليْكمْ فَتَذْبَحُوْا جَذعَة مِنَ الضَّأْنِ (رواه الجماعة الا
البخاري)
Artinya:
"Dari Jabir berkata: bersabda Rasulullah SAW janganlah kamu menyembelih
untuk kurban melainkan yang “musinah” (berumur dua tahun), jika kamu sukar
memeperolehnya maka sembelihlah hewan yang berumur satu tahun”. ( HR.
Jama’ah selain Bukhari)
Yang
dimaksud dengan musinah ialah : kalau kambing ialah yang telah sempurna berumur
dua tahun dan telah masuk tahun ke tiga. Dan musinah dari unta ialah yang telah
sempurna berumur lima tahun dan sudah masuk tahun ke enam. Dan musinah dari
sapi ialah sapi yang telah sempurna berumur dua tahun dan sudah masuk tahun ke
tiga.30 Dan kambing yang telah tanggal giginya (jadzah) ialah kambing yang
telah sempurna berumur satu tahun dan sudah memasuki tahun ke dua dan juga
boleh dengan kambing yang giginya
tanggal sebelum sempurna umurnya satu tahun.
tanggal sebelum sempurna umurnya satu tahun.
Rasullullah
pernah membolehkan kaum muslimin berkurban dengan anak kambing, sebagaimana
diterangkan dalam hadits :
عَنْ عُقْبَة
بْنِ عَاِمٍر الجُهَنِىَّ قال: َقسَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِيْنَا
ضَحَايَا فَأصَابَنِى جَذعٌ َفقُلْتُ: يَارَسُوْل اللهِ إِنَهُ أصَابَنِى جَذعٌ
فَقَال ضَحَّ بِهِ (رواه البخارى ومسلم )
Artinya : ”Dari Uqbah ibn Amir al-Juhani berkata : Rasulullah SAW membagi kepada kami hewan kurban, maka saya memperoleh anak kambing, saya berkata, Ya Rasulullah saya hanya memperoleh anak kambing, Rasulullah menjawab, berkurbanlah dengan anak kambing itu“. (HR. Bukhari Muslim)
Sebenarnya
berkurban dengan anak kambing di bawah umur satu tahun atau anak sapi di bawah
umur dua tahun atau anak unta di bawah umur lima tahun tidak mencukupi, tetapi
dibolehkan jika terpaksa karena sukar mendapatkan musinah.
4. Waktu Peyembelihan Hewan Kurban
Penyembelihan
hewan kurban dilakukan pada hari-hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari
Tasyriq, yaitu 11,12, dan 13 Dzulhijjah, berdasarkan firman Allah SWT :
لِيَشْهدُوْا
مَنَافِعَ َلهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أيَّامٍ مَعْلوْمَاتٍ عَلى مَارَزَقهُمْ
مِنْ بَهِيْمَةِ الأنْعَامِ َفكُلوْا مِنْهَا وَأطْعِمُواْ البَائِسَ ْالَفقِيْرَ
(الحج : ٢٨)
Artinya :
"Supaya mareka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya
mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan. Atas rezeki yang
Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak maka makanlah sebagian
daripadanya (dan sebagian lagi) berikan untuk dimakan orang-orang yang sengsara
lagi fakir" . (QS. Al-Hajj. 28)
Yang
dimaksud dengan hari-hari yang ditentukan (ayyam maklumat) pada ayat diatas
ialah hari raya Idul Adha dan hari Tasyriq.34 Yaitu tanggal 11, 12 dan 13
Dzulhijjah. Hal ini dijelaskan lagi oleh hadits Nabi.
عَنْ
جَبِيْرِ بْنِ مَطعَمْ قَال النبي صلى الله عليه وسلم كلّ أيَّامِ
التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ (رواه احمد)
Artinya :
"Dari Jubair bin Muth’im berkata. Bersabda Nabi SAW seluruh hari
Tasyriq merupakan waktu penyembelihan”. (HR. Ahmad)
Disyaratkan
hewan kurban untuk tidak disembelih kecuali setelah terbitnya matahari dihari
raya Idul Adha, dan kira-kira telah dilaksanakan shalat Idul Adha dan sah
disembelih tiga hari setelah itu baik siang atau
malam
kecuali setelah habisnya hari tersebut. Dalam hadits diterangkan :
عَنْ َأنَسِ
ابْنِ مَالِكِ قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم: مَنْ َذبَحَ َقبْل الصَّلَاة فإِنَّمَاَ
ذبح لِنَفْسِهِ وَمَنْ َذبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ َفَقدْ تَمَّ نُسكهُ وَأصَابَ
سُنَّةْ المُسْلِمِيْنَ (متفق عليه)
Artinya : “Dari
Annas bin Malik : Nabi SAW bersabda “Barang siapa yang menyembelih (hewan
kurban) sebelum sholat Idul Adha, maka sesungguhnya ia menyembelih untuk
dirinya sendiri dan barang
siapa yang
menyembelih sesudah shalat Idul Adha, maka sesungguhnya sempurnalah ibadahnya
dan mengikuti sunnah kaum muslim”. (Mutafaq ‘allaih)
Dalam hadits
lain diterangkan :
عَنْ جُنْدَ
بْنِ سُفْيَانِ ْالبَجَلِي قال: شَهدْتُ النَّبي صلى الله عليه وسلم يَوْمَ
النَّحْرِ فقال: مَنْ َذبَحَ َقبْل َأن يُصَلِّىَ فلْيُعِدْ مَكَان أخَرَ وَمَنْ
َلمْ يَذبَحْ فلْيَذْبَح (رواه البخاري)
Artinya : ”Dari Jundab bin Sufyan al-Bajali, dia berkata “Aku menyaksikan Nabi SAW, pada hari kurban. Beliau bersabda “ Barang siapa yang menyembelih kurban sebelum dia melakukan sembahyang Idul Adha, maka ia hendaknya mengulang. Dan barang siapa yang belum nemyembelih hendaklah dia lakukan“. (HR. Bukhori)
Hadits
tersebut menerangkan bahwa orang yang belum menyembelih hewan kurban sebelum
dilaksanakan shalat Idul Adha, maka ibadah kurbannya tidak sah, dan apabila
ingin sah kurbannya maka hendaknya ia
mengulang
lagi.
5. Jumlah Hewan Kurban Untuk Satu
Orang
Para ulama
ahli fiqih sepakat bahwa seekor biri-biri atau kambing hanya untuk berkurban
satu orang, dan seekor unta atau sapi boleh untuk berkurban tujuh orang.
Berdasarkan keterangan hadits :
عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْد اللهِ أنَّهُ قال: نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم
بِالْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَة عَنْ سَبْعَةٍ وَالبَقرَة عَنْ سَبْعَةٍ (رواه مسلم
والترمذي وأبوداود)
Artinya : “Dari Jabir ibn Abdullah berkata : pada tahun perjanjian Hudaibiyah kami menyembelih kurban bersama Nabi SAW unta untuk tujuh orang dan sap juga untuk tujuh orang“. ( HR. Muslim, at-Tirmidzi dan Abu Dawud)
Jika
penyembelihan kurban tidak menurut ketentuan-ketentuan diatas, seperti seekor
kambing untuk lima orang, delapan orang, maka penyembelihan itu tidak termasuk
penyembelihan ibadah kurban tetapi menurut penulis hanyalah termasuk sedekah
saja, karena tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam ibadah kurban.
E. Hukum Daging Kurban
Hukum orang
berkurban boleh memakan daging kurbannya dan menyedekahkannya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah :
فَإِذَا
وَجَبَتْ جُنُوْ بِهَا فَكُلوْا مِنْهَا وَأطْعِمُواْ القَانِعَ وَالمعْتَرَّ
(الحج : ٣٦)
Artinya: “Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang-orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta”. (QS. Al-Hajj.36)
Yang lebih
utama pembagian daging kurban ialah sepertiga untuk dimakan, yang kurban,
sepertiga untuk disedekahkan, dan sepertiganya untuk disimpan. Berdasarkan
hadits Nabi SAW :
عَنْ
عَائِشَة رَضِي الله عَنْهَا قالت دَفَّ النَّاس مِنْ َأهْلِ ْالبَادِيَة حَضْرَةُ
ْالأَضْحَى فِي زَمَاِن رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فقال رسول الله صلى
الله عليه وسلم َادْخِرُوا ا لثُلث وَتَصَدَّقوْا بِمَا بَقِي (رواه ابو داود)
Artinya : ”Dari Aisyah Ra berkat : pernah manusia penduduk desa berduyunduyun untuk menghadiri kurban di masa Rasulullah SAW. Maka bersabda Rasulullah SAW “simpanlah sepertiga daging itu, dan sedekahkahnlah yang lainnya” (HR. Abu Daud).
Menurut Dr.
Yusuf Qardhawi pembagian daging kurban yang lebih utama ialah menjadi tiga
bagian, yakni : sepertiga untuk dimakan oleh yang berkurban beserta
keluarganya, sepertiga untuk tetangga sekitarnya (lebih-lebih jika mereka
tergolong orang-orang yang berekonomi lemah atau tidak mampu berkurban), dan
sepertiga untuk fakir miskin. Seandainya yang bersangkutan (pengurban)
menyedekahkan seluruh daging kurbannya, tentu hal itu lebih utama dan lebih
baik lagi, dengan syarat ia harus mengambil berkah, seperti makan hatinya atau
lainnya. Hal itu sebagai bukti bahwa ia telah memakan sebagian dari dagingnya,
sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW, dan para sahabatnya.
Dalam hadits
diterangkan bahwa Rasulullah SAW, pernah melarang pengurban menyimpan daging
kurban beberapa hari, sebab terbukti bahwa pada waktu itu banyak orang yang
patut ditolong, layak diberi daging kurban, yakni mereka yang termasuk dalam
golongan fakir dan miskin. Pada waktu itu Rasulullah SAW, menyuruh mereka agar
berkurban untuk mengutamakan menyedekahkan kurbannya, dan mereka yang berkurban
hanya diberi izin mengambil daging kurbannya kira-kira cukup untuk keperluan
tiga hari saja.
Kemudian
pada tahun yang lalu itu masih tetap berlaku atau tidak, Rasulullah SAW pun
menerangkan bahwa peraturan tersebut ditetapkan karena pada tahun berikutnya
keadaan telah pulih kembali, tidak banyak yang memerlukan bantuan. Oleh karena
itu Rasulullah SAW memberikan izin untuk turut memakannya.
Seperti
diterangkan dalam hadits :
عَنْ سَلمَة
بنِ الأَكْوَعِ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ ضَحَّى مِنْكمْ َفلا
يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثالَثةِ وَفِيْ بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْ ٌ َفَلمَّاكَان العَامُ
المُقْبِلُ قاُلوْا : يَارَسُوْل اللهِ نَفْعَلُ كمَا فَعَلْنَا العَامَ الْمَاض
قال: كُلوْا وَأطعِمُوْا وَأدَّخِرُوْا َفأِنَّ َذلِكَ ْالعَامَ كَان بِالنَّاسِ
جَهْدٌ فَأرَدْتُ أن تُعِيْنُوْا فِيْهَا (متفق عليه)
Artinya : ”Dari Salamah Ibn al-Akwa’ berkata : Nabi SAW bersabda barang siapa diantara kamu sekalian berkurban maka janganlah. Menyimpan sesuatu pun (dari daging kurban) setelah tiga hari. Kemudian pada tahun berikutnya para sahabat bertanya : Wahai Rasulullah apakah kami melakukan seperti tahun lalu? Rasulullah bersabda ”makanlah (dari kurban mu), dan berilah orang-orang, dan simpanlah, sesungguhnya pada tahun yang lalu itu orang-orang mendapat kesusahan, maka aku ingin kamu menolong mereka”. (Muttafaq ‘Alah)
Orang yang
berkurban tidak boleh mengambil sebagian dari kurbannya untuk dijual maupun
dijadikan upah jagal atau si penyembelih. Bila si penjagal ingin ikut menikmati
daging kurban, kita dapat memberinya melalui
undangan
makan yang sajiannya daging kurban. Jika dia fakir miskin, dia berhak diberi
daging kurban agar dia dan keluarganya turut bergembira. Yang membantu
menyembelih kurban dan yang turut mengerjakannya tidak boleh diberi upah dari
kurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah dari yang berkurban.
Seperti
diterangkan dalam hadits :
عن علي قال :
أمَرَنِي رسو ل الله صلى الله عليه وسلم أن َأقُوْمَ عَلى بدْنِهِ وَأنْ
َأتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُوْدِهَا وَاجِلَتِهَا وَأنْ لَاأُعْطِي الْجَزَّارَ
مِنْهَا قَال: "نَحْنُ
نُعْطِيْهِ مِنْ عِنْدِنَا " (متفق عليه)
Artinya : ”Dari sahabat Ali RA. Berkata : Rasulullah SAW menyuruhku untuk menangani unta kurban dan membagikan kulit dan penutup tubuhnya (kain yang dipakaikan pada hewan kurban), serta melarangku memberikan kepada si penjagal sesuatu dari padanya. Beliau berkata “kita memberi dia upah dari kita sendiri”. (HR. Muttafaq ’alaih)
Bila yang
mengerjakan orang miskin, maka ia diberi daging kurban, bukan karena ia
bekerja, melainkan karena kemiskinannya. Yang berkurban, selain berkurban juga
mesti memberi ongkos-ongkos yang diperlukan untuk menyelesaikannya serta
mengurusnya.
0 komentar:
Posting Komentar