SHOLAT BERJAMA’AH
Untuk Tugas
Fikih
Disusun Oleh :
AMAR RIFA HILMI
SULTAN M. RHEZA
ANNISA SINTA P
FITRI AMALIAH N.A
SITI RADIATUL A
TIKA TRIANI
MTs Negeri Ciamis
2014
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan Makalah.................................................................................. 3
D.
Kegunaan Makalah.............................................................................................. 3
BAB II. PEMBAHASAN
A.
Shalat Berjama’ah................................................................................................ 4
B.
Dalil tentang shalat berjama’ah............................................................................ 7
C.
Hukum shalat berjama’ah..................................................................................... 8
D.
Keutamaan shalat
berjama’ah............................................................................... 8
E.
Anjuran berjama’ah shalat subuh dan
isya........................................................... 9
BAB III. KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
Kesimpulan........................................................................................................... 14
B.
Saran..................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didalam
hadits dikatakan bahwa pahala shalat berjama’ah adalah 27 kali dibandingkan
dengan shalat sendiri. Banyak orang Islam berhitung secara kuantitatif
seolah-olah dengan melakukan shalat berjama’ah maka ia akan menabung pahala
sebanyak 27 kali. Demikian juga ketika di dalam hadis dikatakan bahwa shalat di
Masjidil Haram akan dilipatgandakan pahalanya sebanyak seratus ribu kali lipat.
Luar biasa.
Shalat
berjama’ah berarti berkelompok dengan panduan seorang imam. Apa yang dilakukan
imam akan diikuti oleh makmumnya, kecuali imam salah. Semua makmum harus
berbaris dengan shaf yang teratur dan lurus. Semua mengikuti arah Imam, betapa
kuatnya organisasi ini. Siapa yang dapat mematahkan shaf yang kokoh? Sayang
makna dari keuntungan shalat berjama’ah luput dimengerti oleh umat islam! Salah
satu kunci keberhasilan dakwah di zaman Rasulullah saw adalah persatuan. Salah
satu cara menumbuhkan persatuan tersebut adalah dengan shalat berjama’ah.
Kecintaan mereka, disiplin dan keikhlasan mereka dalam menunaikan shalat
berjama’ah telah menumbuhkan semangat persatuan dan keberanian yang tinggi
diantara mereka. di sisi lain hubungan silaturahmi yang penuh kasih sayang
semangat erat terjalin diantara mereka. Sehingga gambaran umat Islam yang
bagaikan dua jari dieratkan benar-benar nampak di zaman
itu.
Dalam hal
disiplin dan kecintaan mereka dalam shalat berjama’ah kita dapati di dalam
salah satu riwayat bahwa seorang sahabat yang sudah uzur dan tuna netra setiap
hari beliau shalat berjama’ah ke masjid walaupun jaraknya tidak bisa dibilang
dekat, diceritakan bahwa sahabat tersebut meminta keringanan Rasulullah saw
untuk beliau khusus untuk shalat subuh shalat di rumah saja. Rasulullah saw
mengizinkan, tetapi baru beberapa langkah Rasulullah saw meralat bahwa sahabat
tersebut tetap menunaikan shalat berjama’ah di Masjid. Betapa tingginya
semangat dan disiplin yang terbentuk waktu itu. Bisa kita bayangkan seandainya
di Masjid Istiqlal, setiap umat Islam yang berada di dalam radius beberapa
kilometer dari Masjid - menunaikan ibadah shalat berjama’ah di Masjid lima kali
sehari - majid tersebut mungkin tidak akan mampu menampung, dan kitapun bisa
membayangkan dampak persatuan, kecintaan dan kebaikan akan lebih terbentuk di
dalam masyarakat. Dan lebih luas lagi musuh-musuh Islam yang melihat tentu akan
gentar melihat persatuan Islam yang terbentuk dari hal yang paling mendasar
sekali.
Contoh dalam
hal ini adalah di Perancis, Islam yang dari sisi prosentase sebenarnya masih
jauh dibandingkan dengan masyarakat asli yang beragama non Muslim, tetapi Islam
yang sedikit tersebut sudah menjadikannya sebagai 'ancaman' bagi eksistensi
umat Kristiani disana. Betapa tidak kita menyaksikan bahwa setiap ibadah shalat
toko-toko disana sampai tutup karena orang-orang Islam yang harus shalat di
jalan-jalan dan trotoar, karena tidak tercukupinya masjid untuk menampung umat
Islam yang semakin bertambah. Ketakutan itu seharusnya memang tidak perlu
dirisaukan, karena semakin shaleh dan taatnya seseorang pada agama dan
bentuk-bentuk peribadatan, tentu hal itu akan membawa seseorang akan semakin
saleh secara sosial, karena itu adalah tuntutan pasti dari Islam. Sehingga
dampak tersebut akan terasa di kalangan masyarakat Perancis sendiri. Tetapi
walau bagaimanapun kita pun mengerti ketakutan mereka jika kita
membandingkannya dengan tindakan-tindakan terorisme yang dilakukan oleh
'oknum-oknum' muslim. Jadi Shalat berjama’ah adalah hal yang harus selalu kita
perhatikan, tidak sekedar kita menganggap untuk kepentingan pribadi kita, tidak
sekedar untuk memenuhi masjid tetapi lebih dari itu adalah kita harus
menumbuhkan persatuan Islam, persatuan dalam bermasyarakat dan persatuan dalam
beragama. Berkenaan dengan urgensi shalat berjama’ah bagi persatuan umat islam,
perlu disusun sebuah makalah yang mampu menjadi wahana bagi umat islam untuk
memperoleh wawasan dan konsep keilmuan berkenaan dengan shalat berjama’ah ini
baik secara teoritis maupun secara praktis. Oleh sebab itu, penulis menulis
sebuah makalah yang bertajuk “Shalat Berjama’ah”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan shalat
berjama’ah?
2. Bagaimana dalil tentang shalat
berjama’ah?
3. Bagaimana hukum shalat berjama’ah?
4. Bagaimana syarat-syarat shalat
berjama’ah?
5. Apakah keutamaan dari shalat
berjama’ah?
6. Bagaimana anjuran berjama’ah shalat
subuh dan isya’?
7. Bagaimana keutaamaan shaf pertama
dalam shalat berjama’ah?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Sejalan
dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:
1. shalat berjama’ah;
2. dalil tentang shalat berjama’ah;
3. hukum shalat berjama’ah;
4. syarat-syarat shalat berjama’ah
5. keutamaan dari shalat berjama’ah;
6. anjuran berjama’ah shalat subuh dan
isya’;
7. keutaamaan shaf pertama dalam shalat
berjama’ah.
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini
disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoriris maupun secara
praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan konsep shalat
berjama’ah. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai wahana penambah
pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang konsep shalat berjama’ah;
2. Pembaca/guru, sebagai media
informasi tentang shalat berjama’ah baik secara teoritis maupun secara praktis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Shalat Berjama’ah
Shalat
berjama’ah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama, seorang menjadi imam dan yang lainnya menjadi makmum dengan
syarat-syarat yang ditentukan.[1]
Shalat
berjama’ah minimal atau paling sedikit dilakukan oleh dua orang, namun semakin
banyak orang yang ikut shalat berjama’ah tersebut jadi jauh lebih baik. Paling
sedikit shalat berjama’ah selain jamaah shalat Jum’at terdiri dari dua orang
imam dan makmum. Sedang shalat berjama’ah Jum’at paling sedikit terdiri dari
empat orang, imam dan makmum, yang keempatnya itu bilangan Jum’at, menurut
pendapat Imam Shafi’I yang tidak kuat (Jam’ Rishalatain fi al-Jum’at: 23).
Adapun jamaah I’adah shalat Dhuhur seusai shalat Jum’at terdiri dari imam dan
makmum sebanyak peserta jamaah shalat Jum’at, termasuk imam dan seluruh
bilangan Jum’at itu. (tersebut dalam kitab-kitab fiqih Shafi’iyah)
Shalat
berjama’ah memiliki nilai pahala 27 derajat lebih baik daripada shalat sendiri.
Disamping pahala yang besar, didalam shalat berjama’ah terdapat beberapa hikmah
yang besar, diantaranya
1. Menambah syi’ar islam;
2. Memakmurkan mesjid;
3. Mempererat tali persahabatan dan
persaudaraan antar sesama muslim;
4. Menumbuhkan persamaan derajat antar
sesama muslim baik yang rakyat maupun yang pejabat tidak ada perbedaan disisi
Allah kecuali karena ketakwaannya;
5. Menghilangkan jurang pemisah antara
si kaya dan si miskin; dan
6. Menumbuhkan sikap saling pengertian,
peduli dan saling tolong menolong antara sesama muslim.
Pasal Shalat Berjama’ah menurut Kitab Fathul Qarib
Pasal IX
Dalam pasal ini dijelaskan tentang shalat berjama’ah
bagi kaum pria dalam shalat fardu, selain shalat jum’at, hukumnya sunah muakad,
hal ini menurut pendapat penyusun/mushonif dan Imam Rafi’i r.a. sedangkan yang
paling benar adalah fardu kifayah, menurut pendapat Imam Nawawi r.a.
Definisi berjama’ah: makmum dinyatakan memperoleh
berjama’ah bersama imam, didalam shalat selain shalat jum’at selama imam belum
mengucapkan shalat awal, walau makmum tersebut belum sempat beserta imam.
Adapun cara jum’at secara berjama’ah hukumnya fardu
‘ain dan bagi makmum yang tertinggal jamaah dinilai gagal (tidak berhasil)
kecuali ia dapat menjumpai imam (shalat bersamanya paling tidak satu rakaat).
Hak dan Kewajiban Makmum
Makmum wajib berniat (menjadi makmum) yaitu mengikuti
shalat imamnya, dan (dalam niat) tidak wajib menyebut nama imamnya, bahkan
cukup niat mengikuti imam (siapa saja) yakni hadir saat itu, walau ia tidak
mengenal imamnya. Demikian ini untuk menjaga supaya tidak sampai salah, kalau
sampai hal ini terjadi maka batal shalatnya.
Misalnya: Seorang makmum berniat shalat mengikuti imam
dengan disebut namanya misalnya nama si Fulan, ternyata yang menjadi imam saat
itu bukan si Fulan, melainkan orang lain, maka batal shalat makmum tersebut.
Berbeda jika makmum menentukan imamnya hanya dengan
isyarat, misalnya sengaja (berniat) mengikuti Zaid ini, tapi kenyataannya lain,
bahkan yang menjadi imam adalah Umar, maka sah shalatnya.
Hak Bagi Imam
Lain halnya dengan imam, ia tidak wajib berniat
menjadi imam dalam halnya sahnya untuk diikuti, kecuali shalat jum’at, (imam
wajib niat menjadi ima dalam shalat jum’at). Adapun shalat-shalat selain
jum’at, niat menjadi imam adalah sunah (itu hak bagi imam) kalau tidak niat
jadi imam, maka shalatnya dinilai munfarid (sendirian).
Ketentuan Sah atau Tidaknya Berjama’ah
Orang merdeka tidak boleh menjadi makmum (mengikuti)
seorang imam (dari seorang budak). Dan anak yang telah baligh boleh menjadi
makmum dari imam (yang masih murahik/anak di bawah umur), berbeda dengan anak
balita (yang belum tamyiz[2]) tidak sah menjadi imam dalam shalat.
Seorang pria bermakmum kepada wanita tidak sah,
demikian juga banci muskil (menjadi masalah) bermakmum kepada sesama, atau
banci bermakmum kepada wanita, maka hukumnya tidak sah.
Hukumnya tidak sah, seorang qari’ (yang fasih bacaan
al-qurannya) bermakmum kepada yang ummi (tidak pandai membaca fatihah dengan
fasih, baik huruf maupun tasydidnya).
Syarat-Syarat Menjadi Makmum
Di tempat (bagian) mana seorang
makmum shalat berjama’ah dengan imam di masjid, maka ia haruslah musyahadah
(mengetahui gerak-gerik imamnya) dalam shalat, atau cukup dengan menyaksikan,
sebagian shaf yang di depannya, maka jika demikian dinilai sah shalat
jamaahnya, dengan catatan makmum tidak mendahului shalatnya imam.
Atau dari tempat berdirinya (makmum)
itu tidak lebih maju (ke depan) dari tempat imam berdiri. Dan kalau sampai
terjadi penyimpangan dari ketentuan tersebut, maka tidak sah shalatnya,
walaupun makmum itu majunya hanya setapak kaki dari imamnya, berbeda jika
tegaknya itu sepadan dengan tempat tegaknya imam, itu tetap sah.
Makmum disunahkan sedikit mundur
dari tempat berdirinya imam dan bukan berarti sedikit mundurnya sendirian dari
barisan (shaf) hingga tidak memperoleh keutamaan shalat berjama’ah.
Apabila terlaksana shalat
berjama’ah, imam shalat di dalam masjid, lalu makmum shalat di
luar masjid, sedangkan keberadaan makmum tersebut jaraknya dekat
dengan imam, diperkirakan jarak antara keduanya tidak sampai 300 dzira’, dan ia
tahu persis gerak-gerik shalat imamnya, tidak ada penghalang (yang menutupi)
antara keduanya, maka boleh mengikutinya, dan jarak tersebut dihitung dari
akhir batas masjid (batas belakangnya).
Kalau imam dan makmum tidak berada
di masjid, misalnya di tanah terbuka atau dalam suatu bangunan, maka syaratnya
(jarak makmum dengan imam) tidak lebih dari 300 dzira’, dan tiada penghalang
yang menutupi keduanya.
B. Dalil tentang Shalat
Berjama’ah
1. Q.S
An- Nisa ayat 102
Artinya: dan apabila kamu berada di
tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat
bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat)
besertamu…
2. Q.S
Al-Baqarah [2] ayat 43
Artinya: dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku'.[3]
3. Q.S Ali
'Imran [3] ayat 43
Artinya: Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu,
sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'.[4]
4. Q.S Al
A'raaf [7] ayat 204
Artinya: dan apabila dibacakan Al Quran, Maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.[5]
5. Hadits
Rasulullah SAW.
وَعَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله
عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( صَلَاةُ اَلرَّجُلِ مَعَ
اَلرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ وَحْدَهُ, وَصَلَاتُهُ مَعَ اَلرَّجُلَيْنِ
أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ مَعَ اَلرَّجُلِ, وَمَا كَانَ أَكْثَرَ فَهُوَ أَحَبُّ
إِلَى اَللَّهِ تِعالى ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ,
وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّان
Artinya: Dari Ubay Ibnu Ka'ab Radliyallaahu
'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat
seorang bersama seorang lebih baik daripada sholatnya sendirian, sholat seorang
bersama dua orang lebih baik daripada sholatnya bersama seorang, dan jika lebih
banyak lebih disukai oleh Allah 'Azza wa Jalla." Riwayat Abu Dawud dan
Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.[6]
6. Hadits
Rasulullah SAW.
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ
-رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ:
( صَلَاةُ اَلْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ اَلْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ
دَرَجَةً ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
|
Artinya: Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu
'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat
berjama'ah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada sholat
sendirian." Muttafaq Alaihi.[7]
C. Hukum Shalat Berjama’ah
Penyusun kitab Matan al-Ghayat wa al-Taqrib,
Syaih Abu Syuja’ dan Imam Rafi’[8]berpendapat bahwa hukum shalat berjama’ah
adalah sunnah muakkadah. Sedangkan Imam Nawawi[9] berpendapat fardlu kifayah.
Perkataan Abu Syuja’[10] dan Rafi’I termasuk lemah (dhaif),
sedang perkataan Imam Nawawi termasuk lebih sah dan kuat, sehingga menjadi qaul
mu’tamad. Dalam kitab Fath al-Qarib disebutkan :
“Shalat berjama’ah bagi orang-orang lelaki merdeka
dalam setiap shalat fardlu selain shalat Jum’at adalah Sunnah Muakkadah menurut
mushannif Syaih Abi Syuja’ dan Imam Rafi’I. (Adapun) yang lebih syah (mu’tamad)
menurut Imam Nawawi, bahwasannya shalat berjama’ah itu fardlu kifayah”.
Mengingat shalat berjama’ah termasuk bagian dari syiar
Islam dalam meramaikan tempat-tempat ibadah dan merupakan unjuk kerukunan
terhadap orang-orang yang kurang sefaham dengan ukhuwah islamiyah,
sekalipun tidak sekeras Ahmad Hambali[11], tetapi pendapat Imam Nawawi tersebut
cukup menggugah umat bahwa shalat jamaah itu fardlu yang harus ditunaikan oleh
sebagian anggota masyarakat. Sebab bila tidak demikian, seluruh mukallaf satu
kampung berdosa semuanya.
Menurut pendapat Abi Syuja’, dan Imam
Rafi’I bahwa shalat berjama’ah hukumnya sunnah mu’akkadah (sunnah ‘ainiyah atau
sunnah kifayah). Pendapat kedua mujtahid terkenal ini didasarkan pada realita
saat itu banyak kelompok masyarakat (perkampungan) tak mendirikan shalat
jamaah, karena faktor tempat berjama’ah belum ada, kondisi masyarakat tidak
menyatu, tidak memungkinkan waktu meraka untuk shalat berjama’ah dan lain
sebagainya.
Sementara menurut keyakinan mereka bahwa berjama’ah
dalam shalat adalah fardlu kifayah, tetapi kenyataan mereka enggan juga
melaksanakan kewajiban itu, sehingga mereka terkena dosa. Berbeda kalau hukum
shalat berjama’ah itu sunnah mu’akkadah, tinggalnya tidak terhukum dosa. Bila
ikut shalat berjama’ah tetap mendapat pahala besar. Hanya saja pendapat kedua
mujtahid ahli zuhud ini tidak banyak mendapat dukungan, sehingga pendapat
mereka dilemahkan.[12]
D. Syarat-Syarat Shalat
Berjama’ah
Syarat-syarat yang harus dipenuhi
dalam shalat berjama’ah adalah.
1. Syarat untuk imam
a. Orang yang paling faham dalam urusan
agama terutama dalam masalah shalat;
b. Orang yang paling baik dan fasih
bacaannya;
c. Orang yang paling banyak hafalan
al-Qur’annnya;
d. Tidak sedang bermakmum kepada orang
lain;
e. Bukan perempuan atau khuntsa (banci),
jika makmumnya laki-laki atau khuntsa
f. Orang yang paling wara’,
yaitu orang yang paling baik akhlaknya, adil, dan bukan orang fasiq;
g. Lebih tua dari jama’ah lainnya.
2. Syarat untuk makmum
a. Niat mengikuti imam (berjama’ah);
b. Tidak meyakini batal shalat imam;
c. Mendengar atau melihat imam dan atau
melihat gerakan shaf terdekat;
d. Tidak mendahului atau mengakhirkan
diri dari imam dengan dua rukun fa’ly, kecuali jika ada uzur;
e. Tidak terlalu depan dari imam;
f. Tidak ada penghalang antara imam dan
makmum;
g. Tidak terlalu jauh dari imam, jika
keduanya tidak dalam satu bangunan;
h. Tidak ada perbedaan antara imam dan
makmum dalam gerakan shalat.[13]
Jika imam
lupa, maka makmum harus memberitahu imam dengan cara mengucapkan kalimat tasbih
bagi makmum laki-laki, dan bertepuk tangan bagi makmum perempuan.
Jika imam
batal, maka salah seorang makmum maju ke depan untuk menggantikan imam.
Jika datang
terlambat, maka makmum akan menjadi masbuq yang boleh
mengikuti imam sama seperti makmum lainnya, namun setelah imam salam, masbuq menambah
jumlah rakaat yang tertinggal. Jika ia mendapatkan ruku’ bersama imam walaupun
sebentar maka ia mendapatkan satu raka’at. Jika masbuq adalah
makmum pertama, maka ia menepuk pundak imam untuk mengajak shalat berjama’ah.
E. Keutamaan Shalat
Berjama’ah
1. Dari
Ibnu Umar ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Shalat berjama’ah itu lebih
utama daripada shalat sendirian, dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
2. Dari
Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah saw. bersabda: “Shalat seseorang
dengan berjama’ah itu dilipatkan dua puluh lima kali lipat atas shalat sendiri
yang dikerjakan di rumah atau di pasar. Hal itu apabila ia berwudhu dengan
sempurna, kemudian keluar menuju ke masjid dengan niat hanya untuk shalat, maka
setiap kali ia melangkah, derajatnya dinaikkan dan kesalahan (dosa)nya
diturunkan. Lali ketika ia melakukan shalat, malaikat senantiasa memohonkan
ampun dan rahmat untuknya, selama ia masih tetap berada di tempat shalatnya dan
tidak berhadas. Malaikat berdoa: “Ya Allah ampunilah dia Ya Allah rahmatilah
dia.” Dan tetap dianggap berada dalam shalat (mendapat pahala seperti itu),
selama ia menanti shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Dari
Abu Hurairah ra., ia berkata: Ada seorang buta datang kepada Nabi saw. dan ia
berkata: “Wahai Rasulullah, tidak ada seorang pun yang menuntun saya untuk
datang ke masjid,” kemudian ia minta keringanan kepada beliau agar
diperkenankan shalat di rumahnya, maka beliau pun
mengizininya, tetapi ketik ia bangkit hendak pulang, beliau bertanya
kepadanya: “Apakah kamu mendengar azan?” ia menjawab: “Ya” Beliau bersabda:
“Kamu harus datang ke Masjid.” (HR. Muslim)
4. Dari
Abdullah, ada yang memanggilnya dengan Amar bin Qais yang terkenal dengn Ibnu
Ummi Maktum ra. (muazin) bahwasanya ia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
di kota Madinah ini banyak hal-hal yang membahayakan dan binatang buas.”
Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kamu mendengar: HAYYA ‘ALASH SHALAAH HAYYA
‘ALAL FALAAH, maka kamu harus mendatanginya.” (HR. Abu Dawud)
5. Dari
Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Demi Zat yang
menguasaiku. Sungguh aku benar-benar pernah bermaksud menyuruh mengumpulkan
kayu bakar. Kemudian aku memerintah shalat dengan mengumandangkan azan lebih
dulu. Lalu aku menyeruh seseorang mengimami orang banyak. Kemudian aku pergi ke
rumah orang-orang yang tidak memenuhi panggilan shalat, lalu aku bakar rumah-
rumah mereka dengan mereka sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Dari
Ibnu Mas’ud ra., ia berkata: “Barangsiapa merasa senang apabila bertemu Allah
Ta’ala besok (pada hari kiamat) dalam keadaan muslim, maka hendaklah ia
memelihara shalat pada waktunya, ketik mendengar suara azan. Sesungguhnya Allah
telah mensyari’atkan kepada Nabi Muhammad saw. jalan-jalan petunjuk. Seandainya
kalian melakukan shalat itu di rumah sebagai kebiasaan orang yang tidak suka
berjama’ah, niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi, pasti kalian sesat.
Aku benar-benar melihat di antara kita tidak ada yang meninggalkan shalat
jamaah, kecuali orang-orang munafik yang benar-benar munafik. Sungguh pernah
terjadi seorang lelaki diantar ke masjid, ia terhuyung-huyung di antara dua
orang, sampai ia diberdirikan dalam shaf (barisan shalat).” (HR.
Muslim)
Dan di dalam riwayat lain dikatakan: “Rasulullah saw.
telah mengajarkan jalan-jalan petunjuk yakni shalat di masjid yang terdengar
azannya.
7. Dari
Abu Darda’ ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Apabila
di suatu desa atau kampung terdapat tiga orang, dan di situ tidak diadakan
shalat jamaah niscaya mereka telah dijajah oleh setan. Oleh karena itu
hendaklah kamu sekalian selalu mengerjakan shalat dengan berjama’ah sebab
serigala itu hanya menerkam kambing yang jauh terpencil dari kawan-kawannya.”
(HR. Abu Dawud)[14]
F. Anjuran
Berjama’ah Shalat Subuh Dan Isya’[15]
1. Dari
Utsman bin Affan ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang shalat Isya' dengan berjama’ah, seolah-olah ia mengerjakan
shalat setengah malam. Dan barangsiapa yang shalat Subuh dengan berjama’ah
seolah-olah ia mengerjakan shalat semalam suntuk.” (HR. Muslim)
Dan di dalam riwayat Turmudzi ra. bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa mengerjakan shalat Isya' dengan
berjama’ah, maka ia dianggap mengerjakan shalat setengah malam, dan barangsiapa
mengerjakan shalat Isya' dan Subuh dengan berjama’ah, maka ia dianggap
mengerjakan shalat semalam suntuk.” (HR. Turmudzi)
2. Dari
Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Seandainya manusia mengetahui
keutamaan shalat Isya' dan Subuh tentu mereka mendatangi keduanya (berjama’ah),
walaupun dengan merangkak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Dari
Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada shalat yang
lebih berat bagi orang-orang munafik melebihi shalat Subuh dan Isya'.
Seandainya mereka mengetahui keutamaan kedua shalat itu, niscaya mereka
mendatangi keduanya (berjama’ah), walaupun dengan merangkak.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
G. Keutamaan Shaf Pertama
1. Dari
Jabir bin Samurah ra., ia berkata: Rasulullah saw. keluar kepada kami dan
bersabda: ‘Tidakkah kalian ingin bershaf (berbaris) sebagaimana shaf malaikat
di hadapan Tuhannya?” Rasulullah saw. bersabda: “Mereka menyempurnakan
shaf-shaf pertama dan berapat-rapat di dalam shaf.” (HR. Muslim)
2. Dari
Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Seandainya orang-orang
mengetahui besarnya pahala mendatangi azan dan shaf pertama, kemudian untuk
mendapatkannya harus diundi niscaya mereka mau mengadakan undian.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
3. Dari
Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Shaf kaum lelaki yang
paling baik adalah yang pertama dan yang paling jelek adalah shaf terakhir,
sedangkan shaf kaum wanita yang paling baik adalah shaf terakhir dan yang
paling jelek adalah shaf pertama.” (HR. Muslim)
4. Dari
Abu Sa’id Al Khudriy ra. bahwasanya Rasulullah saw. melihat para sahabat mundur
ke belakang, maka beliau bersabda: “Majulah kalian! Makmumlah kalian kepadaku
dan hendaklah makmum kepada kalian orang-orang yang datang sesudah kalian. Tak
henti-hentinya suatu kaum datang terlambat, sampai Allah mengakhiri mereka.”
(HR. Muslim)
5. Dari
Abu Mas’ud ra., ia berkata: Rasulullah saw. mengusap- usap bahu kami ketika
kami sedang shalat serta beliau bersabda: “Ratakan barisan kalian dan jangan
berselisih yang menyebabkan hati kalian berbeda. Harap dekat denganku, di
antara kalian yang sudah baligh dan berakal, kemudian orang-orang yang di
bawahnya (seperti anak-anak yang sudah tamyiz/pintar), kemudian yang di
bawahnya.” (HR. Muslim)
6. Dari
Anas ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:”Ratakanlah shaf-shaf kalian!
Sebab, meratakan shaf itu termasuk kesempurnaan shalat.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dan di dalam riwayat Bukhari dikatakan: “Sesunguhnya
meratakan shaf itu termasuk menegakkan shalat.”
7. Dari
Anas ra., ia berkata: Ketika iqamat untuk shalat dikumandangkan, Rasulullah
saw. menoleh kepada kami dan bersabda: “Ratakanlah shaf-shaf kalian dan
merapatlah! Karena, aku dapat melihat kalian dari balik punggungku.” (HR.
Bukhari)
Dan di dalam riwayat lain dikatakan: “Kemudian
masing-masing dari kami meluruskan bahunya dengan bahu kawannya dan telapak
kakinya dengan telapak kaki kawannya.” (HR. Bukhari)
8. Dari
An Nu’man bin Basyir ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Hendaknya benar-benar diratakan shaf-shaf kalian, atau Allah betul-betul
mengganti wajah-wajah kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
9. Dalam
riwayat Muslim, bahwasanya Rasulullah saw. meluruskan shaf kami sehingga
seakan-akan beliau meluruskan anak panah, sampai beliau berpendapat bahwa kami
sudah sadar. Pada suatu hari beliau keluar dan langsung berdiri, ketika beliau
hendak takbir ada seseorang yang dadanya menonjol tidak lurus dalam barisan
itu, kemudian beliau bersabda: “Wahai hamba Allah, kamu seklian harus
meluruskan barisanmu atau Allah akan menyelisihkan di antara kamu
sekalian.”
10. Dari Al Barra’ bin
Azib ra., ia berkata: Rasulullah memasuki sela-sela shaf sambil mengusap dada
dan bahu kami, serta bersabda: “Janganlah kalian berbengkok-bengkok, karena
hatimu nanti akan berselisih.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah
mengaruniakan rahmat, dan malaikat memohonkan rahmat untuk orang-orang yang
berada pada shaf pertama.” (HR. Abu Dawud)
11. Dari Ibnu Umar ra.
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Luruskanlah shaf-shaf kalian, ratakanlah
bahu-bahu kalian, tutuplah lobang-lobang shaf kalian dan janganlah kamu biarkan
renggang shafmu karena akan ditempati setan. Barangsiapa yang mempertemukan
shaf maka Allah akan mempertemukannya, dan barangsiapa yang memutuskan shaf
maka Allah akan memutuskannya.” (HR. Abu Dawud)
12. Dari Anas ra.
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Rapatkanlah shaf-shaf kalian dan berdekat-dekatlah
kalian serta luruskanlah leher kalian. Demi Dzat yang jiwaku berada dalam
genggaman-Nya, sungguh aku melihat setan-setan itu masuk di sela-sela barisan
seperti kambing yang hitam lagi kecil.” (HR. Abu Dawud)
13. Dari Anas ra.
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Sempurnakanlah shaf terdepan kemudian
shaf yang berada di belakangnya. Apabila ada yang tidak penuh maka hendaklah
pada shaf yang paling belakang.” (HR. Abu Dawud)
14. Dari ‘Aisyah ra., ia
berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah memberikan rahmat dan
malaikat memohonkan kepada orang-orang yang berada pada shaf sebelah kanan.”
(HR. Abu Dawud)
15. Dari Al Barra’ ra.,
ia berkata: “Apabila kami shalat di belakang Rasulullah saw. maka kami suka
pada sebelah kanannya, karena beliau menatap kami dengan wajahnya, sehingga
saya mendengar beliau berdoa: ROBBI QINII ‘ADZAABAKA YAUMA TAB’ATSU AU TAJMA’U
‘IBAADAKA (Ya Tuhan, hindarkan aku dari siksa-Mu pada hari Kau bangkitkan atau
Kau kumpulkan hamba-hamba-Mu).” (HR. Muslim)
16. Dari Abu Hurairah
ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tempatkanlah imam itu di
tengah-tengah dan tutuplah sela- sela shafmu.” (HR. Abu Dawud)[16]
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya
penulis dapat mengemukakan simpulan sebagai berikut.
1. Shalat
berjama’ah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama, seorang menjadi imam dan yang lainnya menjadi makmum.
2. Sholat
seorang bersama seorang lebih baik daripada sholatnya sendirian, sholat seorang
bersama dua orang lebih baik daripada sholatnya bersama seorang, dan jika lebih
banyak lebih disukai oleh Allah 'Azza wa Jalla.
3. Shalat
berjama’ah bagi orang-orang lelaki merdeka dalam setiap shalat fardlu selain
shalat Jum’at adalah Sunnah Muakkadah.
4. Syarat-syarat
dalam shalat berjama’ah antara lain, seorang imam adalah seseorang yang paling
adil dan fasih bacaan al-Qur’annya. Sedangkan seorang makmun haruslah mengikuti
gerakan imam tanpa mendahuluinya.
5. Shalat
berjama’ah itu lebih utama daripada shalat sendirian.
6. Mengerjakan
shalat Isya' dan Subuh dengan berjama’ah, dianggap mengerjakan shalat semalam
suntuk.
7. Meratakan
dan merapatkan shaf itu termasuk menyempurnakan shalat. Sebaik-baiknya shaf
untuk laki-laki adalah shaf pertama dan yang terjelek adalah shaf terakhir.
Sebaliknya bagi perempuan, sebaik-baiknya shaf adalah shaf terakhir dan yang
terjelek adalah shaf pertama.
B. Saran
Sejalan dengan simpulan di atas,
penulis merumuskan saran sebagai berikut.
1. Kita
hendaknya menguasai konsep shalat berjama’ah yang baik dan benar.
2. Kita
hendaknya menerapkan konsep shalat berjama’ah yang baik dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Alqur’an Digital App
Artikel islam. (2010) makna shalat
berjama’ah. [online]. Tersedia:
http://1artikelislam.blogspot.com/2010/02/makna-shalat-berjama’ah.html. [22
september 2013]
Bulughul Maram App
Fath al-Qarib
FKDT KAB. TSM. (2012). Diktat Bahan Ajar
Diniyah Takmiliyah Awaliyah Fiqh Kelas 2, Tasikmalaya: tidak diterbitkan.
FKDT KAB. TSM. (2012). Diktat Bahan Ajar
Diniyah Takmiliyah Awaliyah Fiqh Kelas 3, Tasikmalaya: tidak diterbitkan.
Rifa’I, N.H. Tata Cara Shalat Lengkap.
Jombang: Lintas Media
Riyadhus shalihin jilid 1 dan jilid 2 [Indonesia
version]
Abdillah, Syamsuddin. (2010). Terjemah Fathul
Qarib, Surabaya: Mutiara Ilmu
Tersedia: Tanbihun.com [22 september 2013]
Replacement earrings with Dovo® dovo® earrings
BalasHapusReplacement citizen promaster titanium earrings with Dovo® dovo® earrings, and find the best value for mens black titanium wedding bands your favorite titanium white Durable Dovo® mokume gane titanium Dovo® Dovo® Dovo® Dovo® Dovo® Dovo® Dovo® Dovo® titanium automatic watch Dovo
i291l9nhmia638 dog dildos,dildos,anal toys,g-spot dildos,dildo,cheap sex toys,bulk sex dolls,horse dildos,wolf dildo w289o5zmton177
BalasHapus